Senin, 25 Januari 2010

Simplex Damesfiets L. CLAUSHUIS


Simplex Damesfiets, buatan “NV Simplex Machine-, Rijwiel- en Automobielfabrieken” produksi sekitar tahun 1948, memiliki tanda pengenal pemilik pada spakbor belakang yaitu L. Claushuis yang beralamat di Laan van Meerdervoort 326 Den Haag, Holland (Netherlands).



Mungkin kala itu tidak terbayangkan oleh L. Claushuis, tatkala sepeda ontel yang menjadi alat transportasi bergengsi di zamannya, merebak dalam dasawarsa ini menjadi barang koleksi segala lapisan masyarakat Indonesia.

Dengan mengangkat isu-isu up to date seperti peningkatan suhu global permukaan bumi (global warming), keprihatinan akan polusi udara, kemacetan lalu lintas, kesehatan jantung dan ketahanan stamina, dll ... di seluruh penjuru tanah air semarak bermunculan komunitas ontel seperti OBAMA (Onthel Balikpapan Mania), KOBA (Komunitas Ontel Batavia), KONDE (Komunitas Ontel Delima Kembangan), POCI (Paguyuban Onthel Cikarang), SEKOTJI (Sekoempoelan Onthel Tjilegon), BOM (Banjarbaru Ontel Mania), KOSTUM (Komunitas Sepeda Tua Makassar), GENERAL SPEED (Gerakan Hemat Energi Ramah Lingkungan Sepeda Engkol Energi Dengkul), KOBER (Komunitas Onthel Bersama), CIPOK (Ciputat Onthel Kuno), ONCOM (Onthel Community Bogor), dll


Minggu, 24 Januari 2010

Suasana minggu pagi di bundaran Hotel Indonesia


Minggu pagi di pojok dekat air mancur bundaran Hotel Indonesia, suasana Jakarta terasa berbeda, lenggang tanpa mobil berdesak, terdapat hiruk pikuk para pengemudi ontel dari segenap pelosok Jakarta.

Mereka berkumpul dari yang sekedar berbincang tentang keaslian dan keunikan sepeda masing-masing, sambil menyruput kopi instan panas... juga terdapat riuh transaksi sepeda dan onderdil ontel...


Sesuai sepedanya rata-rata ontel dibawa oleh para sepuh. Mereka sejenak melepas kepenatan, menepis kejemuan, menggali nostalgi dengan kostum pejuang kemerdekaan atau ala kompeni Belanda, lengkaplah sudah.

Kamis, 04 Juni 2009

SIMPLEX NGANGGO BERKO



Kring kring gumaguse
Numpak pit kring den baguse

Mentas saka toko
Merek Simplex nganggo berko

Simplex nganggo berko
Simplex nganggo berko

Aja menga mengo
Aja menga mengo

Yen nabrak angkring saoto


(Dari lagu-lagu jawa tempoe doeloe)

Abah Alwi punya cerita ....KETIKA SEPEDA MERAJAI JAKARTA

... Kalau sekarang ada jalur khusus untuk bus Trans Jakarta yakni bus way, pada zaman kolonial ada jalur demikian untuk mereka yang bersepeda. Masyarakat, ketika itu dan sampai awal 1960-an, menggunakan sepeda untuk keperluan sehari-hari. Baik saat ke kantor, ke pasar, dan menonton bioskop, maupun ke tempat-tempat rekreasi.

Pertengahan tahun 1950-an, saat SMP, saya dan teman-teman tiap hari bersepeda ke sekolah. Kalau sekarang ada tempat parkiran khusus untuk motor dan mobil, ketika itu di sekolah-sekolah, bioskop dan kantor ada tempat untuk menyimpan sepeda. Pokoknya ketika itu, naik sepeda tidak membahayakan dan hampir tidak pernah terjadi kecelakaan. Bahkan, kita bisa saling ngebut, atau berpacaran dengan naik sepeda.


Ketika itu ada pajak khusus yang disebut peneng untuk sepeda. Saya lupa nilainya. Yang jelas pajak sepeda harus dibayar tiap tahun. Belanda dan juga RI pada awal kemerdekaan menerapkan wet atau peraturan yang ketat dalam soal pajak. Naik sepeda yang pajaknya sudah kadalursa bisa kena denda. Bukan hanya sepeda, kala itu ada peneng becak, gerobak, sado dan delman.

Orang harus mengunci sepedanya yang diparkir. Karena, ketika motor masih bisa dihitung dengan jari, pencurian sepeda sering terjadi. Yang banyak dicuri adalah berko — semacam beteri yang digesekkan pada ban sepeda untuk menyalakan lampu. Karena, naik sepeda pada malam hari tanpa menyalakan lampu akan kena denda. Demikian juga becak, sado dan delman. Bahkan, juga ada pajak radio. Pada 1963, ketika TVRI mulai mengudara ada pajak televisi.


Sampai pertengahan 1960-an, pegawai kantor pos saat mengantarkan surat-surat menggunakan sepeda. Tidak heran kalau pada pukul 07.00 pagi ratusan pegawai pos berhamburan dari kantor pos di Pasar Baru, Jakarta Pusat, ketempat yang menjadi tugas mereka. Tidak ketinggalan para penagih rekening bersepeda melaksanakan tugas keliling kota.


Warga Eropa, ketika pergi ke kantor di Kota dari Weltevreden (sekitar Gambir dan Pasar Baru), banyak yang menggunakan sepeda, yang saling berseliweran keliling kota Jakarta kala itu. Mereka memakai sepeda merek Batavus atau Fingers sistem doortrap (injak maju dengan rem kaki). Orang pribumi yang kaya menyukai sepeda Raleigh yang penuh aksesoris dan jika berjalan berbunyi tik ..tik ..tik.

Sepeda Raleigh berharga mahal. Orang yang menggunakannya dengan memakai capio (seperti kopiah koboi) dengan baju sadaria dan arloji saku menandai ia orang berdoku. Di lengannya terdapat akar bahar yang dipercaya sebagai obat anti rematik. Sedangkan di jarinya terdapat serentetan cincin batu, seperti blue safier, kecubung dan akik yang katanya punya khasiat-khasiat. Yang pasti, setelah makan pemakainya akan menjadi kenyang.

sumber : Alwi Shahab - Republika - Minggu, 18 Maret 2007
( Alwi Shahab, lahir di kwitang Jakarta 31 Agustus 1936, menjalani profesi sebagai wartawan sejak tahun 1960)